Selasa, 22 September 2015

Peran Pekerja Sosial dalam Community Development

Peran Pekerja sosial dalam Community Development
Oleh Edi Suharto, PhD
International Policy Fellow, Open Society Institute, 
Central European University, 
Budapest, Hungary
Di masa lalu, pendekatan pembangunan yang sering dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat senantiasa berporos pada pertumbuhan ekonomi yang sentralistis dan bersifat top-down. Dalam pendekatan yang demikian, masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan tidak dilibatkan dan bahkan diasingkan dari proses pembangunan yang sesungguhnya terkait dengan hajat hidup mereka.  Dimensi partisipatif dari pembangunan telah diabaikan. Masyarakat tidak dipandang sebagai aktor yang memiliki potensi dan kemampuan dalam mengembangkan kualitas hidupnya. Mereka sering dianggap hanya sebagai penerima pasif dari berbagai ragam kegiatan pembangunan. Mereka dipinggirkan atas nama pembangunan.
Community Development atau Pengembangan Masyarakat (PM) kini semakin populer sebagai salah satu pendekatan pembangunan yang berwawasan lokal, partisipatif dan edukatif. Secara akademis, PM dikenal sebagai salah satu metode pekerjaan sosial (social work) yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. Menurut Johnson (1984), PM merupakan spesialisasi atau setting praktek pekerjaan sosial yang bersifat makro (macro practice). 
Peranan Pekerja Sosial 
Secara umum, PM meliputi perencanaan, pengkoordinasian dan pengembangan berbagai aktivitas pembuatan program atau proyek kemasyarakatan. Dalam praktiknya, PM melibatkan beberapa aktor, seperti Pekerja Sosial, masyarakat setempat, lembaga donor serta instansi terkait, yang saling berkerjasama mulai dari perancangan, pelaksanaan, sampai evaluasi terhadap program atau proyek tersebut. 
Sesuai dengan diktum pekerjaan sosial, yakni “membantu orang agar mampu membantu dirinya sendiri”, PM sangat memperhatikan pentingnya partisipasi sosial dan pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks ini, peran pekerja sosial dalam PM berpusat pada tiga visi yang dapat diringkas menjadi 3P, yaitu: pemungkin (enabling) pendukung (supporting), dan pelindung (protecting). Prinsip utama peranan ini adalah “making the best of the client’s resources”. Klien dan lingkungannya dipandang sebagai sistem yang dinamis dan potensial dalam proses pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan sosial.
Sebagaimana dinyatakan oleh Payne (1986:26): “Whenever a social worker tries to help someone, he or she is starting from a position in which there are some useful, positive things in the client’s life and surroundings which will help them move forward, as well as the problems or blocks which they are trying to overcome. Part of social work is finding the good things, and helping the client to take advantage of them.”
Ada beberapa peran yang dapat dimainkan pekerja sosial dalam PM. Empat peran di bawah ini sangat relevan diketahui oleh para pekerja sosial yang akan melakukan PM.
Fasilitator 
Dalam literatur pekerjaan sosial, peranan “fasilitator” sering disebut sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu-sama lain. Peran sebagai pemungkin atau fasilitator bertujuan untuk membantu klien agar menjadi mampu menangani tekanan situasional atau transisional. 
Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi: pemberian harapan, pengurangan penolakan dan ambivalensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan pendorongan kekuatan-kekuatan personal dan asset-asset sosial, pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya (Barker, 1987:49).
Pengertian ini didasari oleh visi pekerjaan sosial bahwa setiap perubahan terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha klien sendiri, dan peranan pekerja sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.
Broker
Dalam pengertian umum, seorang broker membeli dan menjual saham dan surat berharga lainnya di pasar modal. Seorang beroker berusaha untuk memaksimalkan keuntungan dari transaksi tersebut sehingga klien dapat memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Pada saat klien menyewa seorang broker, klien meyakini bahwa broker tersebut memiliki pengetahuan mengenai pasar modal, pengetahuan yang diperoleh terutama berdasarkan pengalamannya sehari-hari.
Dalam konteks PM, peran pekerja sosial sebagai broker tidak jauh berbeda dengan peran broker di pasar modal. Seperti halnya di pasar modal, dalam PM terdapat klien atau konsumen. Namun demikian, pekerja sosial melakukan transaksi dalam pasar lain, yakni jaringan pelayanan sosial. Pemahaman pekerja sosial yang menjadi broker mengenai kualitas pelayanan sosial di sekitar lingkungannya merupakan aspek penting dalam memenuhi keinginan kliennya memperoleh “keuntungan” maksimal.
Ada tiga tugas utama dalam melakukan peranan sebagai broker: Pertama, mengidentifikasi dan melokalisir sumber-sumber kemasyarakatan yang tepat. Kedua, menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara konsisten. Ketiga, mengevaluasi efektifitas sumber dalam kaitannya dengan kebutuhan-kebutuhan klien.
Peranan sebagai broker pada prinsipnya adalah “menghubungkan klien dengan barang-barang dan jasa dan mengontrol kualitas barang dan jasa tersebut. Ada tiga kata kunci dalam pelaksanaan peran sebagai broker, yaitu: menghubungkan (linking), barang-barang dan jasa (goods and services) dan pengontrolan kualitas (quality control). 
1.   Linking adalah proses menghubungkan orang dengan lembaga-lembaga atau pihak-pihak lainnya yang memiliki sumber-sumber yang diperlukan. Linking juga tidak sebatas hanya memberi petunjuk kepada orang mengenai sumber-sumber yang ada. Lebih dari itu, ia juga meliputi memperkenalkan klien dan sumber referal, tindak lanjut, pendistribusian sumber, dan meenjamin bahwa barang-barang dan jasa dapat diterima oleh klien.
2.   Goods meliputi yang nyata, seperti makanan, uang, pakaian, perumahan, obat-obatan. Sedangkan services mencakup keluaran pelayanan lembaga yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan hidup klien, semisal perawatan kesehatan, pendidikan, pelatihan, konseling, pengasuhan anak.
3.   Quality Control adalah proses pengawasan yang dapat menjamin bahwa produk-produk yang dihasilkan lembaga memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan. Proses ini memerlukan monitoring yang terus menerus terhadap lembaga dan semua jaringan pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan memiliki mutu yang dapat dipertanggungjawabkan setiap saat.
Mediator
Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Pekerja sosial berperan sebagai “fungsi kekuatan ketiga” untuk menjembatani antara anggota kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya. 
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam melakukan peran mediator meliputi kontrak perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta berbagai macam resolusi konflik. Dalam mediasi, upaya-upaya yang dilakukan pada hakekatnya diarahkan untuk mencapai “solusi menang-menang” (win-win solution). Beberapa strategi yang dapat digunakan dalam melakukan peran mediator antara lain: mencari persamaan nilai dari pihak-pihak yang terlibat konflik, membantu setiap pihak agar mengakui legitimasi kepentingan pihak lain, membantu mengidentifikasi kepentingan bersama, melokalisir konflik kedalam isu, waktu dan tempat yang spesifik, memfasilitasi komunikasi dengan cara mendukung mereka agar mau berbicara satu sama lain.
Pembela
Peran pembelaan atau advokasi merupakan salah satu praktek pekerjaan sosial yang bersentuhan dengan kegiatan politik. Peran pembelaan dapat dibagi dua: advokasi kasus (case advocacy) dan advokasi kelas (class advocacy). Apabila pekerja sosial melakukan pembelaan atas nama seorang klien secara individual, maka ia berperan sebagai pembela kasus. Pembelaan kelas terjadi manakala klien yang dibela pekerja sosial bukanlah individu melainkan sekelompok anggota masyarakat. 
Beberapa strategi dalam melakukan peran pembela adalah: keterbukaan (membiarkan berbagai pandangan untuk didengar), perwakilan luas (mewakili semua pelaku yang memiliki kepentingan dalam pembuatan keputusan), keadilan (kesetaraan atau kesamaan sehingga posisi-posisi yang berbeda dapat diketahui sebagai bahan perbandingan, pengurangan permusuhan (mengembangkan keputusan yang mampu mengurangi permusuhan dan keterasingan, informasi (menyajikan masing-masing pandangan secara bersama dengan dukungan dokumen dan analisis), pendukungan (mendukung patisipasi secara luas), kepekaan (mendorong para pembuat keputusan untuk benar-benar mendengar, mempertimbangkan dan peka terhadap minat-minat dan posisi-posisi orang lain).
Pengetahuan dan Keterampilan
Agar peranan di atas dapat dijalankan dengan baik, sedikitnya ada dua pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki pekerja sosial:
Pertama, pengetahuan dan keterampilan melakukan asesmen kebutuhan masyarakat (community needs assessment), yang meliputi: (a) jenis dan tipe kebutuhan, (b) distribusi kebutuhan, (c) kebutuhan akan pelayanan, (d) pola-pola penggunaan pelayanan, dan (e) hambatan-hambatan dalam menjangkau pelayanan.
Kedua, pengetahuan dan keterampilan membangun konsorsium dan jaringan antar organisasi, yang mencakup: (a) kebijakan-kebijakan setiap lembaga, (b) peranan lembaga-lembaga, (c) potensi dan hambatan setiap lembaga, (d) metode partisipatif dalam memecahkan masalah sosial masyarakat, dan (e) prosedur pelayanan. 

1 komentar: