Peran Pekerja
sosial dalam Community
Development
Oleh Edi Suharto,
PhD
International Policy
Fellow, Open Society Institute,
Central
European University,
Budapest,
Hungary
Di masa lalu,
pendekatan pembangunan yang sering dipakai untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat senantiasa berporos pada pertumbuhan ekonomi
yang sentralistis dan bersifat top-down. Dalam pendekatan yang demikian,
masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan tidak dilibatkan dan bahkan
diasingkan dari proses pembangunan yang sesungguhnya terkait dengan
hajat hidup mereka. Dimensi partisipatif dari pembangunan telah
diabaikan. Masyarakat tidak dipandang sebagai aktor yang memiliki
potensi dan kemampuan dalam mengembangkan kualitas hidupnya. Mereka
sering dianggap hanya sebagai penerima pasif dari berbagai ragam
kegiatan pembangunan. Mereka dipinggirkan atas nama pembangunan.
Community
Development atau Pengembangan Masyarakat (PM) kini semakin populer
sebagai salah satu pendekatan pembangunan yang berwawasan lokal,
partisipatif dan edukatif. Secara akademis, PM dikenal sebagai salah
satu metode pekerjaan sosial (social work) yang tujuan utamanya untuk
memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan
sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip
partisipasi sosial. Menurut Johnson (1984), PM merupakan spesialisasi
atau setting praktek pekerjaan sosial yang bersifat makro (macro
practice).
Peranan Pekerja
Sosial
Secara umum, PM
meliputi perencanaan, pengkoordinasian dan pengembangan berbagai
aktivitas pembuatan program atau proyek kemasyarakatan. Dalam praktiknya,
PM melibatkan beberapa aktor, seperti Pekerja Sosial, masyarakat
setempat, lembaga donor serta instansi terkait, yang saling berkerjasama
mulai dari perancangan, pelaksanaan, sampai evaluasi terhadap program
atau proyek tersebut.
Sesuai dengan diktum
pekerjaan sosial, yakni “membantu orang agar mampu membantu dirinya
sendiri”, PM sangat memperhatikan pentingnya partisipasi sosial dan
pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks ini, peran pekerja sosial dalam
PM berpusat pada tiga visi yang dapat diringkas menjadi 3P, yaitu:
pemungkin (enabling) pendukung (supporting), dan pelindung (protecting).
Prinsip utama peranan ini adalah “making the best of the client’s
resources”. Klien dan lingkungannya dipandang sebagai sistem yang
dinamis dan potensial dalam proses pemecahan masalah dan pemenuhan
kebutuhan sosial.
Sebagaimana
dinyatakan oleh Payne (1986:26): “Whenever a social worker tries to
help someone, he or she is starting from a position in which there are
some useful, positive things in the client’s life and surroundings which
will help them move forward, as well as the problems or blocks which
they are trying to overcome. Part of social work is finding the good
things, and helping the client to take advantage of them.”
Ada beberapa peran
yang dapat dimainkan pekerja sosial dalam PM. Empat peran di bawah ini
sangat relevan diketahui oleh para pekerja sosial yang akan melakukan
PM.
Fasilitator
Dalam literatur
pekerjaan sosial, peranan “fasilitator” sering disebut sebagai
“pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu-sama
lain. Peran sebagai pemungkin atau fasilitator bertujuan untuk membantu
klien agar menjadi mampu menangani tekanan situasional atau
transisional.
Strategi-strategi
khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi: pemberian harapan,
pengurangan penolakan dan ambivalensi, pengakuan dan pengaturan
perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan pendorongan kekuatan-kekuatan
personal dan asset-asset sosial, pemilahan masalah menjadi beberapa
bagian sehingga lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus
pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya (Barker, 1987:49).
Pengertian ini
didasari oleh visi pekerjaan sosial bahwa setiap perubahan terjadi pada
dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha klien sendiri, dan peranan
pekerja sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu
melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.
Broker
Dalam pengertian
umum, seorang broker membeli dan menjual saham dan surat berharga
lainnya di pasar modal. Seorang beroker berusaha untuk memaksimalkan
keuntungan dari transaksi tersebut sehingga klien dapat memperoleh
keuntungan sebesar mungkin. Pada saat klien menyewa seorang broker,
klien meyakini bahwa broker tersebut memiliki pengetahuan mengenai pasar
modal, pengetahuan yang diperoleh terutama berdasarkan pengalamannya
sehari-hari.
Dalam konteks PM,
peran pekerja sosial sebagai broker tidak jauh berbeda dengan peran
broker di pasar modal. Seperti halnya di pasar modal, dalam PM terdapat
klien atau konsumen. Namun demikian, pekerja sosial melakukan transaksi
dalam pasar lain, yakni jaringan pelayanan sosial. Pemahaman pekerja
sosial yang menjadi broker mengenai kualitas pelayanan sosial di sekitar
lingkungannya merupakan aspek penting dalam memenuhi keinginan kliennya
memperoleh “keuntungan” maksimal.
Ada tiga tugas utama
dalam melakukan peranan sebagai broker: Pertama, mengidentifikasi dan
melokalisir sumber-sumber kemasyarakatan yang tepat. Kedua,
menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara konsisten.
Ketiga, mengevaluasi efektifitas sumber dalam kaitannya dengan
kebutuhan-kebutuhan klien.
Peranan sebagai
broker pada prinsipnya adalah “menghubungkan klien dengan barang-barang
dan jasa dan mengontrol kualitas barang dan jasa tersebut. Ada tiga kata
kunci dalam pelaksanaan peran sebagai broker, yaitu: menghubungkan
(linking), barang-barang dan jasa (goods and services) dan pengontrolan
kualitas (quality control).
1. Linking adalah
proses menghubungkan orang dengan lembaga-lembaga atau pihak-pihak
lainnya yang memiliki sumber-sumber yang diperlukan. Linking juga tidak
sebatas hanya memberi petunjuk kepada orang mengenai sumber-sumber yang
ada. Lebih dari itu, ia juga meliputi memperkenalkan klien dan sumber
referal, tindak lanjut, pendistribusian sumber, dan meenjamin bahwa
barang-barang dan jasa dapat diterima oleh klien.
2. Goods meliputi
yang nyata, seperti makanan, uang, pakaian, perumahan, obat-obatan.
Sedangkan services mencakup keluaran pelayanan lembaga yang dirancang
untuk memenuhi kebutuhan hidup klien, semisal perawatan kesehatan,
pendidikan, pelatihan, konseling, pengasuhan anak.
3. Quality Control
adalah proses pengawasan yang dapat menjamin bahwa produk-produk yang
dihasilkan lembaga memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan.
Proses ini memerlukan monitoring yang terus menerus terhadap lembaga dan
semua jaringan pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan memiliki mutu
yang dapat dipertanggungjawabkan setiap saat.
Mediator
Pekerja sosial
sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya.
Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang
mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Pekerja sosial
berperan sebagai “fungsi kekuatan ketiga” untuk menjembatani antara
anggota kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya.
Kegiatan-kegiatan
yang dapat dilakukan dalam melakukan peran mediator meliputi kontrak
perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta berbagai macam
resolusi konflik. Dalam mediasi, upaya-upaya yang dilakukan pada
hakekatnya diarahkan untuk mencapai “solusi menang-menang” (win-win
solution). Beberapa strategi yang dapat digunakan dalam melakukan peran
mediator antara lain: mencari persamaan nilai dari pihak-pihak yang
terlibat konflik, membantu setiap pihak agar mengakui legitimasi
kepentingan pihak lain, membantu mengidentifikasi kepentingan bersama,
melokalisir konflik kedalam isu, waktu dan tempat yang spesifik,
memfasilitasi komunikasi dengan cara mendukung mereka agar mau berbicara
satu sama lain.
Pembela
Peran pembelaan atau
advokasi merupakan salah satu praktek pekerjaan sosial yang bersentuhan
dengan kegiatan politik. Peran pembelaan dapat dibagi dua: advokasi
kasus (case advocacy) dan advokasi kelas (class advocacy). Apabila
pekerja sosial melakukan pembelaan atas nama seorang klien secara
individual, maka ia berperan sebagai pembela kasus. Pembelaan kelas
terjadi manakala klien yang dibela pekerja sosial bukanlah individu
melainkan sekelompok anggota masyarakat.
Beberapa strategi
dalam melakukan peran pembela adalah: keterbukaan (membiarkan berbagai
pandangan untuk didengar), perwakilan luas (mewakili semua pelaku yang
memiliki kepentingan dalam pembuatan keputusan), keadilan (kesetaraan
atau kesamaan sehingga posisi-posisi yang berbeda dapat diketahui
sebagai bahan perbandingan, pengurangan permusuhan (mengembangkan
keputusan yang mampu mengurangi permusuhan dan keterasingan, informasi (menyajikan
masing-masing pandangan secara bersama dengan dukungan dokumen dan
analisis), pendukungan (mendukung patisipasi secara luas), kepekaan (mendorong
para pembuat keputusan untuk benar-benar mendengar, mempertimbangkan dan
peka terhadap minat-minat dan posisi-posisi orang lain).
Pengetahuan dan
Keterampilan
Agar peranan di atas
dapat dijalankan dengan baik, sedikitnya ada dua pengetahuan dan
keterampilan yang harus dimiliki pekerja sosial:
Pertama, pengetahuan
dan keterampilan melakukan asesmen kebutuhan masyarakat (community needs
assessment), yang meliputi: (a) jenis dan tipe kebutuhan, (b) distribusi
kebutuhan, (c) kebutuhan akan pelayanan, (d) pola-pola penggunaan
pelayanan, dan (e) hambatan-hambatan dalam menjangkau pelayanan.
Kedua, pengetahuan
dan keterampilan membangun konsorsium dan jaringan antar organisasi,
yang mencakup: (a) kebijakan-kebijakan setiap lembaga, (b) peranan
lembaga-lembaga, (c) potensi dan hambatan setiap lembaga, (d) metode
partisipatif dalam memecahkan masalah sosial masyarakat, dan (e)
prosedur pelayanan.